Google
 

Kamis, 08 September 2011

Teori Penilaian Usaha 1 (penilaian saham)

2.1.1 Teori penilaian usaha
(Pratt dkk, 2000: 42) berpendapat bahwa variabel-variabel mendasar yang mempengaruhi nilai secara finansial dari kepemilikan pada suatu bisnis/perusahaan berasal dari beberapa sumber berikut.1. Dividends, distribusi cash flow dari operasional atau dari investasi.2. Likuidasi (hypothetication of assets).3. Menjual kepemilikan (sale of the interest).Penilaian usaha menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2002:191) adalah suatu proses untuk memperkirakan nilai suatu perusahaan baik yang bersifat going concern (berjalan atau beroperasi) maupun yang tidak, termasuk berbagai kepentingan dan kepemilikan (business ownership interest), serta transaksi dan kegiatan yang memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Penilaian bisnis atau usaha menurut Ruky (1999:22) adalah kegiatan untuk memperkirakan nilai korporat (business) yang bermuara pada penilaian kepentingan, penyertaan atau kepemilikan (business ownership interest) atas suatu perusahaan. Dalam bahasa umum yang dimaksud dengan business ownership interest adalah ekuitas atau saham. Pengertian lain tentang penilaian usaha adalah nilai suatu kepentingan atau business interest tergantung kepada suatu estimasi manfaat yang akan datang dan tingkat pengembalian yang dipersyaratkan yang mana manfaat yang akan datang itu didiskontokan kembali sesuai dengan tingkat diskonto pada tanggal penilaian. Oleh karena itu pendekatan yang benar adalah memproyeksikan beberapa kategori manfaat yang akan datang dari suatu kepemilikan (biasanya beberapa ukuran mengenai pendapatan ekonomis yang digunakan seperti arus kas, laba atau deviden) dan kemudian mengestimasi nilai sekarang dari manfaat itu dengan mendiskontokannya berdasarkan nilai waktu dari uang (discount rate yang telah mempertimbangkan unsur inflasi (Prawoto 2004:57).Dari beberapa definisi dan pendapat tersebut di atas dapat diambil pengertian yang sama bahwa, penilaian usaha atau penilaian bisnis merupakan penilaian atas suatu kepentingan pada suatu usaha yang besarnya tergantung kepada manfaat yang diperoleh di masa yang akan datang. Ruang lingkup penilaian usaha itu sendiri menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) (2002:191) mencakup penilaian atas perusahaan (badan usaha/korporat), penilaian penyertaan modal dalam perusahaan (berupa ekuitas/saham), penilaian aktiva tak berwujud, penilaian atas transaksi material dan penilaian kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa tertentu (economic damage). Ruky (1999:89) menyebutkan kegiatan penilaian yang terkait dengan penilaian bisnis adalah intangible property appraisal di mana yang objek yang dinilai adalah intangible property seperti hak paten, goodwill, formula resep atau merk dagang. Dalam perkembangan yang terjadi dalam kegiatan pengambilalihan dan pelepasan perusahaan, informasi yang dibutuhkan adalah nilai dari perusahaan (business entity) atau saham (kepemilikan, business ownesrship interest) perusahaan tersebut bukan aktiva tidak berwujud, sehingga dengan demikian kegiatan penilaian usaha adalah menilai saham atau ekuitas baik sebagian saham (partial interest) maupun seluruh saham.

2.1.2 Pengertian nilai pasar wajar
Menurut SPI (2002:195) nilai pasar wajar (fair market value) adalah perkiraan jumlah uang tunai atau yang bersifat ekuivalen yang dapat diperoleh dari suatu transaksi jual beli perusahaan atau saham atau kepentingan dalam perusahaan antara yang berminat membeli (willing buyer) dengan yang berminat menjual (willing seller) yang keduanya memiliki kapasitas untuk melakukan suatu transaksi, bertindak tanpa ada keterpaksaan dan masing-masing memiliki fakta dan informasi yang relevan (SPI nomor 12.3.1.37.1).Ruky (2003:1) berpendapat bahwa dalam penilaian usaha (perusahaan/ ekuitas, aktiva tak berwujud dan transaksi/tindakan korporasi), dikenal 3 konsep nilai antara lain, nilai pasar wajar (fair market value), nilai investasi dan nilai wajar, yang penggunaannya berbeda tergantung kepada tujuan dan jenis transaksi yang dilakukan. Definisi nilai yang akan dicari, harus dirumuskan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum melakukan penilaian. Ketentuan tersebut bersifat wajib (mandatory), karena aplikasi dari metoda penilaian yang dipilih, akan dipengaruhi oleh jenis nilai yang akan dicari dan ditetapkan dalam penilaian. JC Bonbright, seorang pakar penilaian di Amerika Serikat menyatakan bahwa adalah sulit secara intelektual membahas metoda penilaian tanpa mengacu kepada definisi nilai yang akan dicari. Proses penilaian yang mengabaikan standar tersebut, akan dapat menghasilkan indikasi nilai yang tidak jelas dan tidak objektif, karena setiap definisi nilai dalam aplikasinya memiliki syarat-syarat tertentu. Di Amerika Serikat, bahkan nilai pasar wajar sebagaimana diatur dalam Revenue Ruling 59-60 telah ditetapkan sebagai suatu legal standard untuk banyak transaksi, dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk penentuannya.Berbeda dengan nilai investasi yang berlaku untuk strategi investor tertentu dan nilai wajar yang diaplikasikan untuk kasus-kasus adanya sekelompok pemegang saham (dissenting shareholders) yang tidak setuju terhadap suatu transaksi korporasi, nilai pasar wajar digunakan untuk kepentingan transaksi jual-beli atau pengalihan business interest secara umum dan perpajakan (Ruky 2003:1)Definisi operasional tentang nilai pasar wajar yang telah diakui dan digunakan secara umum, mengacu kepada definisi yang dirumuskan oleh IRS (Internal Revenue Services): the price at which the property (and or business interest) would change hands between a willing buyer and a willing seller when the former is not under compulsion to buy and the latter is not under compulsion to sell, both parties having reasonable knowledge of the relevant facts. Beberapa Keputusan Pengadilan di AS menambah definisi tersebut dengan: the hypothetical buyer and seller are assumed to be able, as well as willing, to trade and to be well informed about the business interest and the market for such business interest (lihat Ruky: 2003 Nilai Pasar Wajar (fair market value) dan implikasinya dalam penilaian usaha.

2.1.3 Pengertian kekayaan negara
Pengelolaan kekayaan negara di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Adapun tujuan utama dari pengelolaan kekayaan negara adalah membantu organisasi pemerintah agar dapat memenuhi tujuannya dalam menyediakan jasa/pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien.Departemen Keuangan pada strategy map tentang kekayaan negara berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 464/KMK.01/2005 tanggal 29 September 2005 menyatakan tujuan strategis adalah mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional kepastian hukum, transparan, efisien, akuntabilitas publik dan terdapat kepastian nilai. Dalam kerangka strategy map itu pegelolaan kekayaan negara juga termasuk melakukan analisis kebutuhan (needs analysis), Penilaian Ekonomis (Economic Appraisal), Perencanaan (Planning), Penganggaran (Budgeting), Penentuan Harga (Pricing), Pengadaan dan Penghapusan (Acquisition and Disposal), Pencatatan, Penilaian, Pelaporan (Recording, Valuation, and Reporting) dan Manajemen dalam Penggunaan (Management in Use).

Dengan demikian untuk dapat melakukan pengelolaan kekayaan negara yang baik diperlukan adanya nilai kekayaan negara yang dapat diakses masyarakat sehingga menjadi data base nilai untuk berbagai kegunaan (value data base for multi puposes) sebagaimana gambar 2.1.

Gambar 2.1 Value Data Base for Multi Purposes

Sumber: Hadiyanto, nilai kekayaan negara sebagai single value for multi purposes disampaikan pada Seminar Nasional Penilaian, 9 Juni 2007.

Membicarakan kekayaan negara adalah membahas tentang pengertian aset. Pengertian aset secara umum menurut Siregar (2004:178) adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Aset dalam pengertian hukum adalah benda yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Barang dimaksud yang meliputi benda tidak bergerak seperti tanah dan atau bangunan sedangkan benda bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud yang tercakup dalam aktiva/ kekayaan atau harta dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi atau individu perorangan.Aset negara adalah kekayaan negara yang terdiri dari barang bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai oleh instansi pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta perolehan lainnya yang sah. Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 memberi pengertian kekayaan negara adalah sangat luas yang meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara, sebagaimana pada Pasal 2 undang-undang tersebut meliputi:a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;c. Penerimaan Negara;d. Pengeluaran Negara;e. Penerimaan Daerah;f. Pengeluaran Daerah;g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.Ditinjau dari aspek keuangan negara tersebut, kekayaan negara menurut Nasution (2007:1) dalam pandangan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dapat dibuat garis besar bahwa, kekayaan negara yang dipisahkan ke dalam perusahaan (persero) adalah termasuk sebagai kekayaan negara. Pandangan undang-undang tersebut telah membuat posisi hukum perusahaan (Persero) tersebut telah jadi berdimensi publik, yang sekaligus harus diatur oleh hukum publik dan kepemilikannya juga mengakibatkan menjadi kepemilikan publik (domain public). Pada ketentuan tersebut sebagaimana Pasal 2 huruf g dinyatakan bahwa “Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, diharapkan manajemen kekayaan negara akan semakin baik karena memiliki landasan hukum yang kuat.Sebagai upaya empowering profesional management dibidang pengelolaan kekayaan negara pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Departemen Keuangan, bertugas sebagai state assets manager menyelenggarakan fungsi diantaranya:a. perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara termasuk pelaksanaan tugas Panitia Urusan Piutang Negara, dan lelang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;b. pelaksanaan inventarisasi dan penilaian kekayaan negara;c. penyusunan laporan, akuntansi, dan pembuatan daftar kekayaan negara;d. pelaksanaan perencanaan, penyajian dan pengembangan sistem informasi kekayaan negara, piutang negara dan lelang.

2.1.4 Kekayaan negara dari penyertaan modal pemerintah
Penilaian kekayaan negara dari penyertaan modal pemerintah Sampai dengan bulan Desember 2007 masih berupa program kerja yang berlanjut pada tahun 2008. Program kerja tersebut yaitu:1. Bidang Kekayaan Negara Dipisahkan (aset fisik).a. Menyusun Standard Operating Prosedure (SOP) dan koordinasi Menteri Keuangan dengan Menteri Negara BUMN dalam rangka Penyertaan Modal Pemerintah dan Privatisasi;b. SOP Inventarisasi penyertaan modal pemerintah;c. Modul dan SOP penilaian dan Evaluasi Kinerja BUMN;d. Melanjutkan program privatisasi tahun 2007 yang belum selesai;e. Monitoring penggunaan dana penyertaan modal tahun 2007.2. Bidang Kekayaan Negara tidak dipisahkan (financial asset)a. Melanjutkan inventarisasi dan penilaian dalam rangka penertiban;b. Menyiapkan ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.Di Indonesia, kebutuhan akan sistem pengelolaan kekayaan negara dirasakan sangat mendesak, sehubungan dengan belum optimalnya pengelolaan kekayaan negara sebagaimana yang telah diamanatkan oleh paket undang-undang tentang keuangan negara. Misi pengelolaan kekayaan negara adalah keefektifan dalam mengelola, efisien dan optimal dalam pengeluaran, sehingga sangat diperlukan adanya value database for multi purposes untuk penyelenggaraan pemerintah yang akuntabel, transparan dan bertanggung jawab.Di negara lain, di Jepang misalnya inventarisasi dan pengelolaan aset telah dimulai kembali tahun 1948. Dari nilai kekayaan negara tersebut penyertaan modal pemerintah pusat adalah yang terbesar dalam struktur kekayaan negara Jepang. Nilai kekayaan negara (pemerintah pusat) Jepang saat ini secara keseluruhan data per 31 Maret 2007 adalah ¥ 106.756,8 milyar sebagai mana tabel berikut :Tabel 2.1 Penyertaan Modal Pemerintah Dalam Kekayaan Negara di JepangAsset Persentase NilaiPenyertaan Modal Pemerintah 62,6% ¥ 66,7814 triliunTanah 18,1% ¥ 19,3320 triliunPepohonan dan bamboo 6,3% ¥ 6,692 triliunKonstruksi selain gedung 5,7% ¥ 6,1291 triliunBangunan gedung 4,1% ¥ 4.410,8 triliunSumber : National Property Information Office, Financial Bureau, Ministry of Finance, The Japanese National Property System And Curret Conditions, January 2007 (diolah).Sementara ini di Indonesia data tentang nilai penyertaan modal semacam itu belum tersedia, karena belum dilakukan penilaian penyertaan modal Pemerintah.

2.1.5 Penelitian terdahulu
Deloof, dkk (2002) melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk menginvestigasi penilaian yang dilakukan oleh underwriter terhadap 33 perusahaan yang melakukan IPO di pasar modal Belgia dalam kurun waktu tahun 1993 sampai dengan tahun 2000, kemudian membandingkan dengan harga yang ditawarkan dengan harga saham pada 1 bulan pertama setelah didaftarkan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dari beberapa pendekatan atau metode yang digunakan oleh underwriter dalam menilai saham dengan metode discounted cash flow adalah yang paling populer digunakan, sedangkan harga penawaran ditentukan dengan menggunakan discounted dividend model. Metode ini tidak berarti lebih baik atau buruk dibanding dengan metode lain, namun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penilaian yang menggunakan discounted dividend model cenderung menghasilkan nilai yang underestimate, sedangkan yang menggunakan metode discounted cash flow dapat menghasilkan nilai yang tidak bias. Hasil ini mengindikasikan bahwa underwriter cenderung menghasilkan nilai di bawah pada saat IPO karena menggunakan discounted dividend model.Siahaan (2003) melakukan penelitian tentang penilaian saham dengan menggunakan model Gordon. Obyek yang diteliti adalah saham PT. Century Textile Industry Tbk. Adapun data yang digunakan adalah Laporan Keuangan PT. Century Textile Industry Tbk. mulai tahun 1995 sampai dengan tahun 2002. Penelitian tersebut dibuat dengan tujuan untuk menganalisis penggunaan model gordon (Gordon growth methodology), memasyarakatkan konsep/teori yang berkaitan dengan penilaian perusahaan dan sekuritas dan memberi contoh penggunaan teori dalam menganalisis harga wajar saham sesuai dengan persepsi masyarakat serta menganalisis apakah pasar modal sudah efisien atau belum. Hasil dari analisis menyimpulkan bahwa ternyata harga saham yang terjadi di Bursa Efek Jakarta atau harga menurut persepsi masyarakat investor pada saat dianalisis adalah overvalued. Oleh karena itu direkomendasikan agar pemilik saham menjual sahamnya karena pada akhirnya harga saham tersebut akan terkoreksi.Froidevaux (2004) melakukan penelitian yang bertujuan menilai saham biasa/common stocks dengan mengunakan model penilaian discounted cash flow (DCF). Ia membangun sebuah model dan mengestimasi input-input dengan mencoba mereplikasi sedekat mungkin tentang perilaku investor dalam menilai saham pada pasar modal dan secara konsekuen menggunakan metode campuran untuk menentukan pertumbuhan arus kas/cash flow growth, durasi pertumbuhan/the growth duration dan discount rate. Kesimpulan penelitian tersebut adalah bahwa discounted cash flow valuation model dapat mengidentifikasi dan mengekploitasi systematic mispricing pada stock market.Hakiman (2005) melakukan penelitian terhadap metode penentuan harga penawaran perdana kepada publik/Initial Public overing (IPO) atas perusahaan di Bursa Efek Jakarta yang melakukan IPO. Data yang digunakan adalah 147 emiten yang melakukan IPO sejak tahun 1996 sampai dengan Juni 2004. Penelitian ini mengaplikasikan model Real Option berdasarkan persamaan Black & Scholes sekaligus menggunakan model implied volatility untuk menghitung harga volatilitas saham. Hasil dari penelitian ini adalah, bahwa dengan penggunaan model real option penyimpangan harga yang dibuat oleh model real option terhadap harga aktual lebih kecil dibandingkan dengan penyimpangan harga model tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa model real option lebih akurat daripada model tradisional. Penelitian ini juga membangun model persamaan untuk memprediksi arah saham IPO, apakah akan overvalue atau undervalue harga saham tersebut setelah IPO. Model prediksi menggunakan persamaan logistik dengan variabel bebasnya sama dengan variabel option dari Black & Scholes.Dalam artikelnya Torrez (2006) mendiskusikan tentang cara dan metodologi penilaian korporat (corporate valuation) dengan discounted cash flow models, the Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Models (APM), Tobin’s q, sales accelerator dan cash flow models of investment, dan economic base performance measures termasuk sewa ekonomis dan excess Market Value. Metode-metode tersebut terlihat inovatif guna mendeteksi perubahan pada posisi keuangan perusahaan. Demikian pula halnya pengalaman-pengalaman manajer keuangan menjadi hal yang esensial bagi perusahaan dalam mengahadapi persaingan. Meskipun populer dan banyak digunakan ia mengemukakan bahwa teori tersebut masih mungkin berkembang. Pengukuran berbasis performa terlihat begitu atraktif dan cerdas karena ia menggunakan teori Microeconomic and Corporate Finance untuk menjelaskan penilaian.Tauriesanto (2007) melakukan penelitian guna menentukan saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk apakah undervalued atau overvalued sehubungan dengan rencana divestasi saham Bank BNI pada tahun 2007 oleh pemerintah guna mengatasi defisit APBN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data historis laporan keuangan Bank BNI mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa harga saham BNI saat itu yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia apabila dibandingkan dengan estimasi nilai intrinsiknya mengalami undervalued. Hasil estimasi nilai intrinsik dengan menggunakan metode discounted cash flow dan relative valuation adalah antara Rp3.139,4 sampai dengan Rp3.441.Penelitian-penelitian tersebut di atas telah memaparkan penilaian dengan analisis fundamental yaitu analisis berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai, faktor-faktor itu antara lain finansial, ekonomi, politik, lingkungan, dan lain-lain yang semuanya akan mempengaruhi harga di masa mendatang.

Penelitian-penelitian di atas mengulas dengan metode yang digunakan untuk menilai saham, bermacam-macam metode dapat digunakan, namun demikian model yang sering digunakan dan sudah terbukti dapat mengestimasi nilai pasar wajar saham adalah discounted cash flow (dcf) (Tauriesanto :2007). Pada penelitian kali ini juga menggunakan dua pendekatan yang sama yaitu pendekatan pendapatan dengan menggunakan metode discounted cash flow, relative valuation ditambah dengan Gordon dividend growth model. Hal berbeda yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah penggunaan metode pertumbuhan dividen model Gordon. Nilai pasar wajar saham yang ditentukan dalam masing-masing metode dan pendekatan akan digabungkan dengan pendekatan yang lain yaitu pendekatan data pasar dan pendapatan . Nilai yang dihasilkan dari peelitian sebagai nilai pasar wajar saham akan dijadikan sebagai masukan bagi data base nilai kekayaan negara untuk berbagai pemanfaatan oleh pemerintah maupun masyarakat.

http://nofians.wordpress.com/2009/09/17/teori-penilaian-usaha-1-penilaian-saham/

Bambang Budianto penilaian appraisal valuer

Tidak ada komentar: