Google
 

Selasa, 16 Desember 2008

Penilaian perkebunan

Tujuannya ini adalah untuk memberikan pedoman bagi para penilai dalam mempersiapkan penilaian aset pekebunan.Dasar pertimbangan bahwasanya aset perkebunan sebagai suatu kesatuan unit usaha yang menghasilkan, memiliki sifat dan ciri secara khusus berbeda dengan jenis properti real estate lainnya.Tanaman merupakan unsur utama pada properti perkebunan yang memberikan manfaat dengan kontribusi terbesar terhadap penciptaan nilai, selain adanya peroperti pendukung lainnya seperti tanah, bangunan, sarana pelengkap, mesin dan peralatan, kendaraan bermotor dan alat angkut lainnya.Dilihat dari sifat dan karateristiknya, properti perkebunan (agriculture property) termasuk kepada properti yang menghasilkan (income producing property) dimana dasar asetnya membutuhkan areal lahan yang relatip luas, dipengaruhi oleh kualitas lahan tertentu dengan unsur budidaya tertentu pula. Dengan demikian adalah sangat penting bagi seorang penilai untuk memahami dan mengetahui sifat-sifat khusus dari properti tersebut dan selalu memperhatikan dasar dan tujuan penilaian yang akan dilakukan.Hal yang paling mendasar pada penerapannya adalah tidak seluruhnya properti perkebunan dapat dinilai dengan dasar penilaian berbasis Nilai Pasar. Namun dijumpai sejumlah alasan tertentu yang penilaiannya dilakukan dengan dasar nilai selain Nilai Pasar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor penentu seperti legalitas, jenis dan umur tanaman, pola pengembangan usaha dan tentunya dapat dilihat dari tujuan penilaian.Perkebunan sebagai salah satu unit usaha, secara operasional ditentukan oleh ketentuan dan peraturan yang berbeda dengan properti lainnya. Oleh karena unsur legalitas merupakan unsur utama yang perlu diperhatikan dalam menghasilkan Nilai, maka seorang penilai harus mengetahui dengan benar ketentuan-ketuntuan yang berlaku dan konteks relevansinya terhadap pelaksanaan pekerjaan penilaian.
Ruang LingkupRuang lingkup adalah aset perkebunan sebagai satu kesatuan aset diantara tanaman dan non tanaman yang sedang berjalan.Aset perkebunan yang dinilai lebih memfokuskan kepada aset tanaman sebagai bagian yang mendasari Nilai perkebunan secara keseluruhan. Aset tanaman dimaksud adalah aset tetap dari satu atau lebih dari satu komoditas pada suatu perkebunan tertentu.
DefinisiAset Perkebunan yang dimaksud adalah tanah dalam satuan lahan yang diusahakan pada luasan tertentu, dengan satu atau lebih dari satu komoditas tanaman yang dibudidayakan, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang dikelola dengan standar manajemen perkebunan yang berlaku umum.Aset Tanaman yang dimaksud adalah tanaman tahunan atau lebih dikenal dengan tanaman keras yang dibudidayakan secara komersial pada suatu lahan perkebunan tertentu dan dikelola berdasarkan teknis budidaya yang berlaku umum pada suatu tempat tertentu.Aset nonTanaman meliputi sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang merupakan bagian yang tidak terlepas dari suatu kesatuan aset tetap usaha perkebunan.
Beberapa sifat khusus tanaman yang harus diketahui :
 Tanaman sebagai bagian dari aset perkebunan dapat dilihat dari status tanaman meliputi ; Bibitan, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) dengan jenis dan varitas tanaman yang sama maupun tidak sama.
 Umur tanaman adalah masa waktu tanaman dapat dibudidayakan dimulai dari penanaman hingga akhir masa produktif. Sedangkan umur produktif tanaman disebut juga umur ekonomis tanaman yang dihitung mulai tanaman berproduksi hingga akhir masa produktif tanaman. Umur produktif atau umur ekonomis tanaman dapat disebut periode tanaman menghasilkan (TM) sedangkan selisih umur tanaman terhadap umur tanaman produktif atau ekonomis disebut periode tanam belum menghasilkan (TBM).
Hubungan dengan Standar Akuntansi
 Di dalam sistim akuntansi pada umumnya aset tetap perkebunan yang dikelompokkan kepada aset tanaman, bangunan, sarana pelengkap, mesin-mesin dan peralatan, peralatan dan perabotan kantor, kendaraan bermotor dan alat-alat berat disusun berdasarkan biaya sedangkan dalam penilaian disusun berdasarkan kelompok fisik sesuai dengan manfaatnya dan merupakan satu kesatuan yang lengkap.
 Didalam sistim akuntansi nilai aset tetap dinyatakan dalam Nilai Buku yang merupakan Biaya Perolehan dikurangi dengan penyusutan dimana penyusutan hanya diperhitungkan berdasarkan ketentuan Standar Akuntansi yang berlaku. Penerapan pada penilaian, dasar nilai dinyatakan dalam Nilai Pasar atau Nilai selain Nilai Pasar pada tanggal penilaian.
Pernyataan Standar
 Oleh karena aset perkebunan dinilai sebagai suatu properti yang dapat menghasilkan pendapatan, maka nilai perkebunan secara keseluruhan harus dilihat dalam konteks satu kesatuan aset yang sedang berjalan.
 Penilaian properti terlebih dahulu harus didasari kepada dasar dan tujuan penilaian.
 Dalam keadaan tertentu tidak dapat terpenuhi. Seperti suatu perkebunan yang dinilai pada masa pembangunan, peraturan yang berhubungan dengan legalitas usaha perkebunan adakalanya masih belum memenuhi syarat, sehingga untuk tujuan jaminan pelunasan hutang dalam bentuk hak tanggungan atau tujuan lainnya yang sering menggunakan Nilai Pasar sebagai dasar penilaian sulit untuk dipenuhi. Hal-hal demikian tersebut, penilai dapat menjelaskan kepada pemberi tugas, dasar dan tujuan penilaian yang akan diambil harus dilihat dari kondisi properti yang sedang berlangsung. Untuk penilaian dengan atas dasar Nilai Pasar, sepanjang diperoleh data pasar atau perhitungan maupun asumsi yang digunakan dalam menghasilkan Nilai Pasar dapat dibuktikan secara benar dan berdasarkan hasil riset pasar, maka Nilai Pasar dapat dijadikan dasar penilaian. Bila ketentuan ini tidak dapat terpenuhi, maka penilai harus menjelaskan kepada pemberi tugas dasar Nilai yang akan diterbitkan.
 Penilai harus dapat membedakan dan memisahkan unsur-unsur yang termasuk dalam kategori aset tetap (tangible asset) dengan aset tidak tetap (intangible asset). Penilai juga harus dapat memisahkan antara perkebunan sebagai aset tetap dengan perkebunan sebagai entitas usaha.
 Pola pengembangan perkebunan di Indonesia memiliki beberapa ciri, dimana pada masa tahapan pembangunan seperti adanya pola perkebunan inti, pola bapak angkat dan perkebunan plasma, memiliki konsekwensi terhadap penguasaan aset secara bersama atau masing-masing dari aset seperti tanah dan tanaman berikut kelengkapan lainnya. Untuk hal demikian, penilai harus teliti dan memahami unsur-unsur kepemilikan serta batasan tanggung jawab dari masing-masing pola pengembangan dan kepemilikan yang ada. Untuk kepentingan pinjaman oleh badan hukum maupun perorangan dari Bank dan lembaga keuangan lainnya, dimana aset perkebunan sebagai jaminan, Penilai seharusnya memiliki pemahaman yang menyeluruh terhadap perijinan dan ketentuan persyaratan pinjaman.
Pembahasan
 Secara khusus, seorang penilai harus memiliki pemahaman terhadap kondisi dan kualitas lahan, teknis budidaya atas tanaman serta pemahaman pasar atas komoditi atau produk yang dihasilkan oleh tanaman.
 Pada perkebunan tertentu, seorang penilai harus dapat membedakan antara tanaman yang dikategorikan sebagai tanaman pokok (tanaman utama) dan tanaman selingan (tumpang sari), dimana adakalanya tanaman yang bukan tanaman pokok dapat mempengaruhi keberadaan tanaman utamanya secara signifikan.
 Setiap jenis dan varitas tanaman dapat mengalami berbagai jenis penyakit dan gangguan atau hama tanaman dengan berbagai tingkat serangan serta membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Dalam hal ini, penilai harus memperhatikan apakah kondisi tanaman masih ekonomis untuk dipertahankan dan dapat dipanen hasilnya.
 Standar umur dan proyeksi produksi suatu tanaman dapat ditentukan oleh masing-masing jenis dan varietas tanaman, asal bibit (bahan tanam) yang digunakan. Informasi ini harus dapat didukung oleh data referensi dari Lembaga/Pusat Penelitian atau Perusahaan yang mengeluarkan sertifikasi Bibit yang digunakan dan telah diakui secara umum.
 Standar karateristik penggunaan lahan dan teknis budidaya untuk masing-masing jenis tanaman harus didasari kepada standar normal yang berlaku dan ditentukan oleh lembaga atau instansi yang diakui secara umum.
 Untuk tujuan tertentu, hasil penilaian diminta untuk dirinci berdasarkan masing-masing unsur aktiva, apakah aset tetap tanaman atau non tanaman. Dalam hal ini, basis nilai yang digunakan tetap Nilai Pasar atau dapat juga dinilai dengan nilai selain Nilai Pasar. Penilai dapat memberikan pendapat secara hati-hati dan objektip dengan tetap memperhatikan prosedur penilaian dan asumsi-asumsi yang dapat dipertanggung jawabkan.
 Metode Penilaian yang digunakan dan yang perlu diperhatikan dalam lingkup penilaian perkebunan :Secara umum penilaian perkebunan dapat dinilai dengan menggunakan pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan kalkulasi biaya dan atau pendekatan pendapatan.Penilaian aset tetap non tanaman dapat dinilai dengan menggunakan pendekatan perbandingan data pasar dan pendekatan kalkulasi biaya.Nilai tanaman pada umumnya disimpulkan dari Nilai keseluruhan aset (dengan menggunakan pendekatan pendapatan) melalui proses ekstraksi (pemisahan), dengan memperhatikan konstribusi setiap jenis aset non tanaman yang ikut menunjang terbentuknya nilai perkebunan. Proses ekstraksi untuk sampai pada nilai tanaman hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan konstribusi aset non tanaman dalam jumlah yang wajar.Tanaman tahunan umumnya memiliki siklus produksi tahunan yang tidak tetap.
Oleh sebab itu, penilaian dengan menggunakan pendekatan pendapatan harus menggunakan metode Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash Flow/DCF) sebagai dasar perkiraan dari nilai yang diharapkan. Proyeksi untuk mendapatkan pendapatan harus didasari asumsi proyeksi produksi dari komoditi yang dihasilkan. Dimana sisa umur ekonomis dari tanaman sebelumnya harus disesuaikan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang dapat dilihat dari aspek teknis maupun non teknis.Perkebunan yang memiliki lebih dari satu komoditi tanaman, penilaiannya harus memperhatikan karateristik masing-masing tanaman apakah dilihat dari unsur budidayanya, pasar komoditi, harga, biaya-biaya yang akan diasumsikan dan tingkat diskon yang ditetapkan. Bila nilai tanaman yang dikehendaki dirinci untuk masing-masing jenis tanaman, penilai harus hati-hati dan lebih teliti dalam mengasumsikan biaya-biaya langsung terhadap masing-masing komoditi dan alokasi biaya tidak langsung dari satu kesatuan operasional perkebunan secara menyeluruh. Seluruh asumsi harga maupun biaya yang diambil tetap mengacu kepada harga dan biaya setempat sebagai acuan.Penilaian atas Tanaman Menghasilkan (TM) dapat dinilai dengan menggunakan pendekatan pendapatan dengan metode DCF dengan teknik Penyisaan Tanaman (Plant Residual). Penilaian tanaman atas Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dapat dinilai dengan menggunakan pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan kalkulasi biaya dan pendekatan pendapatan. Untuk pendekatan pendapatan atas penilaian TBM dapat menggunakan teknik Penyisaan Tanaman (Plant Residual).Bila penilaian Tanaman Belum menghasilkan (TBM) dinilai menggunakan pendekatan pendapatan, maka seorang penilai harus cermat memperhitungkan sisa biaya pembangunan yang masih harus dikeluarkan serta mempertimbangkan resiko yang tercermin pada penentuan tingkat diskon.Pada penilaian Tanaman, sebaiknya nilai tanaman harus dilihat dari satu kesatuan nilai antara tanaman berikut lahannya (tanah).Lahan atau tanah perkebunan yang masing belum tertanam (tanah kosong) penilaiannya dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan data pasar dan atau pendekatan pendapatan dengan teknik penyisaan tanah (land residual) . Pada perkebunan tertentu, didapat tanaman-tanaman yang berumur tua atau masa ekonomisnya tinggal beberapa tahun. Untuk hal demikian, penilai harus mempelajari dengan seksama atau mendiskusikan kepada pemberi tugas, apakah perhitungan DCF-nya perlu memasukkan unsur penanaman kembali (replanting). Namun demikian, untuk tujuan tertentu, unsur penanaman kembali dari tanaman tua bagian yang harus diperhitungkan sepanjang jangka waktu atas legalitas tanah memungkinkan. Penilai harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penanaman kembali tersebut di dalam laporan penilaian. Gambaran di atas apakah hasilnya dapat mengungkapkan Nilai Pasar atau tidak, seorang penilai harus dapat melakukan pengkajian (riset) terhadap data pasar atas kondisi seperti ini. Bila Nilai Pasar tidak dapat dikemukakan, maka penilai berkewajiban untuk menjelaskan kepada pemberi tugas.
Syarat Pengungkapan
 Penilai harus mengungkapkan semua informasi dan temuan di lapangan, terutama untuk hal-hal yang terkait baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh kepada nilai perkebunan.
 Hal-hal khusus yang harus tercakup dalam laporan penilaian perkebunan antara lain : Deskripsi jelas tentang lokasi perkebunan, baik dari segi jarak, waktu tempuh, aksesibilitas dan sarana transportasi yang tersedia.Keadaan perkebunan secara keseluruhan meliputi aset tanaman maupun non tanaman.Karateristik lahan dan keadaan tanaman secara keseluruhan, termasuk hasil panen, gangguan hama dan penyakit.Aset non tanaman yang terdapat dalam lingkup properti perkebunan, harus diungkapkan secara jelas dan benar berikut hal-hal di luar keadaan normal bila dijumpai.Seluruh metode penilaian yang digunakan termasuk asumsi-asumsi yang dipertimbangkan.Dalam hal penilaian tidak berdasar pada Nilai Pasar, penilai harus menjelaskan alasan dan kaitannya dengan tujuan penilaian.
Ketentuan PenyimpanganJika seorang penilai diminta melaksanakan tugas penilaian di luar ini, ia dapat menerima dan melaksanakan tugas yang diberikan tersebut dengan syarat berikut :Penilai harus yakin bahwa tugas tersebut tidak mempunyai tendensi untuk menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan penilaian tersebut atau masyarakat umum.Penilai harus memberitahukan kepada pemberi tugas bahwa tugas tersebut dilaksanakan dengan mempergunakan asumsi khusus atau pengecualian dari tulisan ini yang harus diungkapkan secara lengkap dalam laporan penilaian.Penilaian aset perkebunan di luar dari definisi yang disebutkan dapat saja terjadi. Bila seorang penilai diminta untuk melakukan penilaian properti perkebunan dimana jenis tanamannya bukan tanaman tahunan atau tanaman keras, maka penilai dapat saja menerima dan melaksanakan tugas tersebut di luar ketentuan tulisan ini. Penilai dapat mengambil dan menetukan dasar dan asumsi yang digunakan sepanjang tidak menyesatkan pemahaman bagi pemakai jasa.

Izin penilai publik

MENKEU BERWENANG TERBITKAN IZIN PENILAI PUB
Released 17 October 2008

Jakarta, 19/9 (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) berwenang menerbitkan izin kepada penilai untuk menjadi Penilai Publik.Kepala Biro Humas Depkeu, Samsuar Said, di Jakarta, Jumat, menyebutkan, pemberian izin dimaksud diberikan oleh Sekretaris Jendral atas nama Menkeu.Ketentuan itu diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/KMK.017/2008 tentang Jasa Penilai Publik."Pemberian izin akan diklasifikasikan dalam dua bidang yaitu bidang penilaian properti dan penilaian bisnis," kata Samsuar. Sementara bidang jasa, penilaian dibagi tiga yang meliputi bidang jasa penilaian properti, bidang jasa penilaian bisnis, dan jasa lain yang berkaitan dengan kegiatan penilaian antara lain konsultasi pengembangan properti, desain sistem informasi aset, pengelolaan properti, studi kelayakan usaha, jasa agen properti, dan pengawasan pembiayaan proyek.Mengenai badan usaha, kantor jasa penilai publik (KJPP) dapat berbentuk perseorangan atau persekutuan. KJPP perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang penilai publik sekaligus bertindak sebagai pemimpin.Sedangkan KJPP badan usaha persekutuan yaitu persekutuan perdata atau firma hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh paling sedikit dua orang penilai publik, di mana masing-masing sekutu merupakan rekan dan salah seorang sekutu bertindak sebagai pemimpin rekan.Dalam hal KJPP berbentuk badan usaha persekutuan mempunyai rekan bukan penilai publik, persekutuan dapat didirikan dan dijalankan jika paling sedikit 60 persen dari seluruh sekutu adalah penilai publik.Depkeu akan melakukan pemeriksaan terhadap penilai publik dan KJPP dan atau cabang KJPP dalam rangka transparansi pelayanan publik dan peningkatan tata kelola dan prosedur pengawasan.Pemeriksaan dilakukan secara berkala dan atau sewaktu-waktu terhadap penilai publik, KJPP, dan atau cabang KJPP. Sekjen dapat menunjuk dan menugaskan pejabat atau petugas sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan."Pemeriksaan berkala dilakukan berdasar rencana tahunan yang ditetapkan Sekjen, sedangkan pemeriksaan sewaktu-waktu dilakukan jika hasil pemeriksaan berkala memerlukan tindak lanjut, terdapat pengaduan masyarakat, atau terdapat informasi yang layak ditindak-lanjuti," jelas Samsuar.Pemeriksaan dilakukan untuk menilai ketaatan penilai publik, KJPP, dan atau cabang KJPP terhadap ketentuan PMK 125/PMK.01/2008. Sekjen dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan dapat meminta pendapat atau masukan dari asosiasi profesi dan atau pihak terkait.Pelanggaran terhadap PMK 125/2008 dikenai sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, dan pencabutan izin. Sanksi ditetapkan oleh Sekjen atas nama Menkeu.Pengenaan sanksi dilakukan dengan ketentuan tidak harus dikenakan secara berurutan, sanksi berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan sanksi peringatan atau sanksi pembekuan izin dapat disertai dengan suatu kewajiban atau rekomendasi tertentu.