Google
 

Rabu, 09 November 2011

Jangan Asal Bisnis Properti

Maraknya iming-iming keuntungan bisnis properti jangan sampai membuat Anda terlena. Ingatlah, tak ada bisnis tanpa risiko.

Saat ini marak dorongan untuk berbisnis properti dengan iming-iming tanpa modal. Formula sederhana yang digunakan adalah membeli rumah untuk kemudian dikontrakkan (terutama buat kos-kosan).

Pendapatan dari hasil kontrakan inilah yang digunakan untuk membayar kredit, sehingga Anda seolah terbebas dari kewajiban bulanan.

Keuntungan lain yang diperoleh adalah aset properti tersebut. Jadi tanpa membayar, Anda diperkirakan bisa memiliki aset tersebut setelah kredit lunas. Apalagi nilai asetnya sudah naik.

Semudah inikah? Belum tentu. Pertama, kita harus menyiapkan uang muka yang biasanya sebesar 30 persen dari pinjaman yang diberikan bank. Sehingga, tidak ada bisnis yang gratis.

Untuk mengingatkan, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai agar bisnis properti benar-benar bisa menguntungkan sesuai harapan. Beberapa hal yang bisa mempengaruhi bisnis properti Anda:

Aset tidak likuid
Kenalilah bahwa properti bukan termasuk aset yang likuid. Maksudnya, aset yang tidak cepat bisa dicairkan seperti uang tunai atau koin emas.

Untuk mengubah properti jadi uang tunai yang bisa dipertukarkan, tentu kita harus menjualnya dulu. Mengingat harganya yang mahal, butuh waktu lama untuk memindahkan kepemilikannya ke orang lain agar kita mendapat uang tunai.

Beban suku bunga pinjaman
Saat ini, suku bunga bersih atau selisih antara suku bunga pinjaman dan tabungan di Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Yakni, mendekati 6 persen. Imbauan Bank Indonesia agar suku bunga kredit diturunkan, nyaris tak terdengar. Padahal, Bank Indonesia terbilang sering menurunkan suku bunga acuan.

Dalam bisnis properti berupa kontrakan, perilaku rente perbankan harus diimbangi dengan perubahan harga sewa kontrakan. Mungkinkah naik beriringan dengan kenaikan cicilan?

Biaya perawatan
Katakanlah Anda tetap mengambil kredit pemilikan rumah. Akan bagus seandainya rumah tersebut sudah bisa langsung menghasilkan pendapatan bulanan. Tapi jika belum, berarti Anda harus menghitung biaya perawatan bulanan hingga rumah tersebut benar-benar bisa menghasilkan.

Tentu saja yang dihitung bukan sekadar biaya material. Namun, ongkos merawat rumah plus waktu yang dikeluarkan juga harus dikonversi sebagai biaya.

Promosi

Jika yang Anda beli adalah rumah baru, jangan lupakan biaya mencari konsumen. Baik yang dilakukan melalui iklan, maupun lewat jasa pencari konsumen. Semuanya tetap biaya dan harus dihitung ketika ingin mengalkulasi hubungan antara pendapatan dengan biaya kewajiban kredit yang harus dibayar.

Situasi ekonomi
Ketika situasi ekonomi membaik, kebutuhan tenaga kerja untuk produksi akan meningkat. Seiring banyaknya orang yang memiliki pendapatan, kebutuhan akan tempat tinggal pun meningkat. Termasuk di dalamnya kebutuhan rumah tinggal sementara alias kontrakan.

Tapi jangan lupa pikirkan kondisi sebaliknya. Kelesuan situasi ekonomi bisa juga menjadi ancaman pada bisnis properti. Kemampuan dan jumlah penyewa pun bisa turun.

Pajak

Jangan anggap remeh yang satu ini. Kota Bekasi, Jawa Barat, mulai tahun depan memberlakukan pajak rumah kos dan kontrakan sebesar 10 persen. Pendapatan dari persewaan rumah yang sedianya digunakan untuk membayar kredit, bisa tergerus. Bisa-bisa sisa pendapatan Anda makin tipis.

Periksalah satu ihwal ini. Jangan-jangan di tempat Anda berbisnis properti kebijakan ini sudah diberlakukan. Namun ini menjadi tidak penting, jika memang Anda ingin jadi pengemplang pajak kelas teri.

Karena itu, kenali dengan baik lahan bisnis yang akan Anda masuki. Apalagi bukan mustahil, harga properti turun. Sudah banyak negara yang mengalaminya. Karena itu, alangkah baiknya berpikir seperti pengusaha properti berpengalaman. Naik-turunnya permintaan sudah dihitung asumsinya sejak awal.

Herry Gunawan jadi wartawan pada 1993 hingga awal 2008. Sempat jadi konsultan untuk kajian risiko berbisnis di Indonesia, kini kegiatannya riset, sekolah, serta menulis.
** Penilai , Penilaian , Appraisal **

Rabu, 26 Oktober 2011

BOT (Build Operate And Transfer), (3)

PT. Tanah Makmur mempunyai sebidang tanah dengan luas 10.000 m2, yang dapat dibangun gedung hotel dengan jumlah kamar sebanyak 300 kamar. PT. Hotel Nyaman (developer) membuat perjanjian BOT (Build, Operate Transfer) dengan PT. Tanah makmur selama 25 tahun. Pada akhir perjanjian BOT, PT. Hotel Nyaman akan menyerahkan hotel tersebut kepada PT. Tanah Makmur. Setelah BOT berjalan 10 tahun, terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan turunnya tingkat hunian hotel tersebut. Untuk mengatasi kerugian yang lebih besar dari PT. Hotel Nyaman, maka PT. Hotel Nyaman ingin menghitung kembali besarnya royalti yang wajar, yang dibayarkan kepada PT. Tanah Makmur.

Adapun data – data yang dapat diperoleh Penilai, adalah sebagai berikut :

A. Proyeksi pendapatan bersih dari sisa hak BOT adalah sebagai berikut :

§ Tahun ke 1 s/d tahun ke 4 Rp. 30.000.000.000,-

§ Tahun ke 5 s/d tahun ke 9 Rp. 40.000.000.000,-

§ Tahun ke 10 s/d tahun selanjutnya Rp. 45.000.000.000,-

B. Royalti dibayar tiap 3 tahun, dengan kenaikan royalti 50 % setelah tahun ke 10, terhitung sejak rencana revisi besarnya pembayaran royalti (saat ini).

C. Apabila tarif diskonto ditentukan 12%, Nilai Pasar Properti saat ini bila dinilai penilai adalah Rp. 300.000.000.000,-

D. Lessor’s Interest berdasarkan opini Penilai adalah Rp. 75.000.000.000,-

Pertanyaannya :

Hitung besarnya Royalti yang sesuai, yang harus dibayar PT. Hotel Nyaman kepada PT. Tanah Makmur sesuai dengan rencana revisi di atas.


Senin, 24 Oktober 2011

BOT (Build Operate And Transfer), (2)

PT. Gemah Ripah memiliki sebidang tanah yang diatasnya dibangun gedung perkantoran oleh PT. Gedung Indah dengan perjanjian Built Operate dan Transfer (BOT). Perjanjian BOT tersebut berlangsung selama 20 tahun dimana PT. Gedung Indah berhak menerima pendapatan dari gedung perkantoran tersebut selama 20 tahun. Pada tahun ke 21 PT. Gedung Indah harus menyerahkan kembali pada PT. Gemah Ripah, tanah berikut gedung perkantoran di atasnya dalam keadaan baik. Pada saat dilakukan penilaian ini BOT telah berjalan selama 5 tahun.

Berdasarkan proyeksi Penilai pendapatan bersih dari hasil menyewakan gedung perkantoran saat ini adalah Rp. 3.000.000.000,-. Dan pendapatan ini diproyeksikan akan meningkat sebesar Rp. 200.000.000,-. setiap 3 tahun. Berdasar perjanjian BOT PT. Gedung Indah harus membayar royalti kepada PT. Gemah Ripah sebesar 10 % dari pendapatan bersih setiap tahunnya.

Berdasarkan data pasar tingkat diskontro (discount rate) yang tepat untuk properti ini adalah 10% untuk 10 tahun pertama, sisanya diperkirakan adalah 12 % sampai akhir masa perjanjian BOT.

Pertanyaan :

§ Hitung Nilai Pasar Hak BOT dari PT. Gedung Indah

§ Bila Nilai Pasar Properti pada masa berakhirnya Perjanjian BOT diproyeksikan Penilai adalah sebesar Rp. 70.000.000.000,-, hitung Nilai Pasar bagi pemilik tanah pada saat ini !



BOT (Build Operate And Transfer), (1)


Penilaian Partial

Penilaian properti yang mana Hak Atas Properti

tersebut dimiliki oleh lebih dari satu pemilik,

misalnya :

1.Pemilik tanah & Pemilik Bangunan

2. Penyewa dan yang menyewakan


BOT ( Build Operate And Transfer )

HUBUNGAN ANTARA :

Pemilik tanah, dan

Developer

Melakukan kerjasama yang saling menguntungkan

KENAPA MELAKUKAN KERJASAMA BOT ?

Pemilik tanah

Memiliki tanah komersial, namun :

Tidak memiliki modal

Tidak memiliki kemampuan untuk :

Mengembangkan

Mengelola

Memasarkan properti secara profesional

Develover

Memiliki kemampuan, tetapi :

Tidak memiliki lahan komersial, karena lahan komersial pada daerah tertentu jumlahnya sangat terbatas

PENGERTIAN BOT

Pemilik tanah menyerahkan hak atas tanah untuk masa tertentu kepada developer untuk dikembangkan ( dibangun dan dikelola )

Kedua pihak mendapatkan keuntungan yang sama sesuai dengan jumlah investasi yang dikeluarkan»dengan memperhatikan tingkat resiko yang ditanggung oleh masing – masing pihak

Dalam sistem hukum pertanahan, tanah tersebut dapat dimohonkan Hak Guna Bangunan untuk masa tertentu sesuai dengan perjanjian yang ada

TEHNIK PENILAIAN

Melakukan penilaian untuk :

Lessor’s Interest ( Pemilik Tanah )

Lessee’s Interest ( Penyewa / Develover )

Penilaian pada umumnya menggunakan Pendekatan Pendapatan dengan metode DCF (Discounted Cash Flow Method )

FAKTOR – FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN

Bentuk Kerjasama

Jangka Waktu

Isi dan pernyataan dalam perjanjian

Proyeksi Pendapatan & Biaya Operasional

Tingkat resiko masing – masig pihak selama masa perjanjian

Tingkat kapitalisai & tingkat Diskonto yang sesuai

BENTUK PERSAMAAN YANG DIKENAL DALAM PENILAIAN PARTIAL

V = VLO + VLE

Dimana

V = Nilai Pasar Property

VLO = Nilai bagi pemilik tanah (Lessor’s Interest)

VLE = Nilai bagi penyewa / Developer (Lessee’s Interest)

NILAI BAGI YANG MENYEWAKAN ( Pemilik Tanah )

Menerima Pembayaran Sewa ( Dari Developer / Penyewa )

+

Sisa Nilai Property ( Pada Akhir Masa Sewa )

NILAI BAGI PENYEWA ( Developer )

Menikmati keuntungan dari selisih harga sewa berdasarkan kontrak dengan Nilai Pasar sewa untuk masa tertentu sesuai dengan hak atas penggunaan property tersebut

Nilai bagi penyewa dapat terjadi apabila harga sewa berdasarkan kontrak lebih kecil dari Nilai Pasar sewa.

KONDISI UMUM

Dengan kondisi yang berubah – ubah akan berakibat kepada Nilai Pasar

Properti, Contoh :

Nilai Pasar Propeti naik » Harga Sewa naik

Nilai Pasar Propeti turun » Harga Sewa turun

Ø Bila harga pasar sewa naik » Pemilik properti memberikan sebagian keuntungannya kepada penyewa ( penyewa mendapatkan nilai positif )

Ø Bila harga pasar sewa turun » Penyewa akan memberi keuntungannya kepada pemilik properti (nilai negatif bagi penyewa )

Ø Bila harga pasar sewa = Harga pasar sewa dalam kontrak, maka nilai bagi penyewa = 0

Ø Bila harga pasar sewa turun dan perbedaan dengan harga sewa dalam kontrak semakin jauh, biasanya penyewa akan mengusulkan negosiasi ulang atas kontrak harga sewa

Ø Biasanya nilai negatif bagi yang menyewakan ( Pemilik Tanah ) hampir tidak pernah terjadi



Rabu, 19 Oktober 2011

Ilustrasi Penilaian

Dalam menentukan Tingkat Kapitalisasi dengan Summation Method maka Reliability of Net Income merupakan faktor yang dipertimbangkan sebagai :

Merupakan faktor penambah safe rate.

Penggunaan yang terbaik dan tertinggi atas sebidang tanah yang sesuai dengan peruntukannya akan diperoleh kesimpulan :

Nilai pasar tanah tertinggi

Nilai bagi Penyewa dalam sistem sewa menyewa properti antara pemilik dengan penyewa terjadi bila :

Nilai bagi penyewa adalah selisih nilai sewa berdasar kontrak dengan nilai sewa pasar. Apabila nilai sewa pasar lebih tinggi dibanding dengan nilai sewa kontrak maka terdapat selisih positif berarti nilai bagi penyewa dapat terjadi.

Bila Nilai Pasar hasil Penilaian Penilai atas sebuah rumah tinggal dengan Pendekatan Perbandingan Data Pasar, dengan data yang telah teruji adalah Rp. 300.000.000, sedangkan hasil Penilaian Penilai dengan Pendekatan Biaya adalah Rp. 375.000.000 pada tanggal penilaian yang sama, maka anda sebagai penilai wajib melakukan review terhadap hasil penilaian tersebut. Hal ini mungkin dapat terjadi karena :

Kemungkinan penentuan penyusutan kurang tepat.

Dalam melakukan penilaian mesin dan peralatannya dengan Pendekatan Biaya, penyusutan fungsional sebuah mesin lebih banyak disebabkan oleh :

Dengan adanya teknologi baru kemungkinan fungsi mesin menjadi kurang maksimal sehingga mesin tersebut mengalami penyusutan fungsi (misal komputer Pentium 3 akan mengalami penyusutan akibat adanya Pentium 4)

Bila nilai pasar tanah : nilai pasar bangunan = 2 : 3. Sedangkan tingkat kapitalisasi tanah ditetapkan adalah sebesar 10% dan tingkat kapitalisasi untuk bangunan adalah sebesar 16%, maka tingkat kapitalisasi untuk properti tersebut (tanah dan bangunan) adalah :

Overall cap. Rate = (rasio nilai tanah x cap rate tanah) + (rasio nilai bangunan x cap rate bangunan)

= (0.4 x 10%) + (0.6 x 16%) = 13,6%

Pernyataan dibawah ini berhubungan dengan Nilai Pasar tanah untuk penggunaan komersial dalam proses penilaian. Tanah komersial tersebut mempunyai ketentuan KDB 40%, KLB 5 % dan KDH 15 % dan tertinggi min 6 lantai serta tinggi maksimal 40 lantai. Serta harus memenuhi persyaratan lainnya sebagai bangunan komersial perkantoran. Mana pernyataan dibawah ini :

Nilai adalah berkaitan dengan manfaat, semakin tinggi manfaat maka semakin tinggi nilainya. (Nilai Pasar tanah akan berbanding lurus dengan tingginya manfaat tanah tersebut)

Dalam suatu penilaian diketahui bahwa GIM pada suatu lokasi adalah 20, nilai sewa rumah di daerah tersebut adalah Rp. 7.500.000,- per tahun, dengan harga jual
Rp. 150.000.000,-, jika di daerah tersebut ada sebuah rumah dijual dengan harga
Rp. 200.000.000,- maka rumah tsb dapat disewakan sebesar :

V = GI x GIM

GI = V : GIM à GI = 200.000.000 : 20 = 10.000.000

Langkah-langkah didalam suatu proses penilaian adalah Batasan masalah, perencanaan penilaian, pengumpulan data, penentuan metode penilaian, kesimpulan nilai.

Didalam asumsi dan syarat pembatasan laporan penilaian sering dinyatakan bahwa mesin dan peralatan dianggap merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian dari suatu sistem yang berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa: Mesin dan peralatan tersebut merupakan rangkaian dari beberapa mesin-mesin produksi

Apabila pendapatan bersih tahunan dianggap tetap, sementara tingkat kapitalisasi semakin kecil, maka nilai properti menjadi V = NOI : R à R sebagai faktor pembagi, semakin kecil faktor pembagi maka semakin besar hasilnya, semakin kecil tingkat kapitalisasi maka semakin besar nilainya.

Komponen cadangan penggatian (Reserve for Replacement) dalam perhitungan Discounted Cash Flow (DCF) adalah cadangan dana untuk: Biaya cadangan penggantian adalah biaya untuk mengganti aktiva tetap yang harus diganti.

Kalau biaya perbaikan dan pemeliharaan masuk pada biaya operasinal

Salah satu ciri-ciri dari nilai adalah utility, apa yang dimaksud dengan kata tersebut ?

Utility : Kemampuan (kegunaan) untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia

Kelangkaan : Kekurangan pasokan barang secara relatif terhadap permintaannya

Keinginan : Keinginan pembeli atas sebuah barang untuk memenuhi kebutuhan manusia

Daya Beli : Kemampuandari individu atau kelompok untuk berpartisipasi di pasar dengan menyertakan uang tunai maupun sesuatu yang setara

Nilai pasar sebuah Gedung Perkantoran Rp. 50 milyar, jika capitalization rate gedung ini turun sedangkan biaya operasi juga turun, maka nilai pasar gedung perkantoran :

V = NOI : R à Biaya turun berarti NOI naik berarti kemungkinan nilai naik,

Cap. Rate tutun berarti kemungkinan nilai naik,

NOI naik, cap rate turun berarti properti nilainya naik


bambang budianto penilaian property valuer appraisal

Selasa, 20 September 2011

Sejarah penilai di Indonesia


Berbicara tentang berbagai disiplin ilmu tentu kita tidak bisa lepas dari mana ilmu tersebut berasal dan bagaimana perkembangannya sampai saat ini. Sejarah ilmu pengetahuan menjadi penting untuk diketahui agar perkembangan ilmu tersebut selalu terinspirasi dari orientasi dan filosofi dasar dikembangkannya ilmu tersebut. Demikian juga dengan Penilaian Properti. Disiplin ilmu yang satu ini memang sudah lama dikenal dinegara maju. Namun di Indonesia sendiri perkembangan ilmu ini belum bisa dibilang menggembirakan meskipun telah banyak usaha yang dilakukan oleh akademisi maupun praktisi dalam mensosialisasikan dan mengembangkannya.

Di Indonesia Penilaian properti riil bukan merupakan hal baru. Penilaian properti riil telah dikenal dan usianya sama panjangnya dengan sejarah penjajahan di negeri ini, walaupun saat itu, Penilaian hanya dipahami dalam kalangan yang terbatas baik pengguna dan praktisinya. Penilaian yang pada jaman kolonial dikenal secara terbatas ini dikenal dengan klasiran dan nilai yang diperoleh berbentuk kelas tanah dan lebih dikonsentrasikan dalam menilai tanah pertanian/sawah/kebun dan ditujukan untuk tujuan perpajakan.

Dalam pelaksanaan pajak properti, pada jaman penjajahan dikenal dengan Land Rente, kemudian dalam masa Raffles dikenal Land Rent, selanjutnya menjadi Pajak Hasil Bumi, Ipeda dan terakhir Pajak Bumi dan Bangunan , Penilaian merupakan core system-nya pajak properti.


Sejak jaman kolonial dulu, pada kenyataannya profesi Penilai umumnya banyak berkiprah di instansi pemerintah. Profesi Penilai masa kolonial tidak hanya bekerja di bidang perpajakan saja namun juga berkiprah di instansi lain seperti juru taksir pada instasi Pegadaian untuk kepentingan menentukan nilai pasar properti yang diagunkan di pegadaian, Lelang Negara untuk menentukan nilai lelang properti yang akan dilelang oleh Kantor Lelang Negara.

Masyarakat pedesaan sejak zaman kolonial telah mengenal Mantri Klasir yang pekerjaannya menentukan nilai tanah pertanian untuk dikelompokkan dalam kelas tanah sebagai dasar pengenaan Pajak Tanahnya.

Mantri Klasir inilah yang berperan dan berfungsi sebagai Penilai untuk tujuan perpajakan. Pendidikan untuk menjadi Mantri Klasir harus melalui jenjang pendidikan 2 tahun yang berlokasi di Malang Jawa Timur dan Cirebon Jawa Barat. Mantri Klasir ini juga sekaligus berfungsi sebagai Land Surveyor, karenanya mereka juga berpredikat sebagai Mantri Ukur. Metode Penilaian yang digunakan pada zaman itu adalah metoda kapitalisasi pendapatan, yakni berdasarkan hasil bersih yang dihasilkan tanah pertanian dikalikan dengan tingkat kapitalisasi 10 %.

Bahkan untuk terawasinya praktek Penilaian dan perkembangan nilai tanah pertanian, Direktorat Ipeda pada masa itu “memelihara” benchmark tanah pertanian dengan membuat sawah percobaan tiap tahunnya. Sehingga hasil bersih (net operating income) yang dihasilkan tanah pertanian dengan kondisi yang wajar dapat diketahui.


Sesuai dengan tuntutan perkembangan dan sejak diundangkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang didalamnya tidak hanya menetapkan objek pajak pertanian, maka untuk memenuhi tuntutan pemenuhan Penilaian bangunan dikembangkan pendidikan yang lebih luas lagi.

Untuk memenuhi tuntutan tersebut Pemerintah Indonesia menjalin kerjasama dengan Pemerintah Malaysia. Departemen Keuangan yang mewakili pemerintah Indonesia, sejak tahun 1987 menyelengarakan Kursus/Pelatihan Penilaian Harta sebagai cikal bakal pengembangan lebih luas atas properti yang harus dinilai. Sehingga kita dapat mengejar ketertinggalan perkembangan Penilaian dari saudara seprofesi diwilayah regional ASEAN.

Sebagai contoh Malaysia yang serumpun dan memiliki karakter sosial yang relatif sama dengan kita memelihara profesi Penilai sejak zaman pemeritahan kolonial Inggris dan mengembangkan profesi Penilai ini. Negeri jiran itu telah memiliki institusi bidang Penilaian yang kuat, baik di sektor swasta maupun dalam struktur pemerintahan.

Di Indonesia pekerjaan penilaian properti dibebankan kepada satu unit setingkat eselon II yaitu Direktorat Penilaian yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang bertanggungjawab atas pekerjaan penilaian properti, baik dari standardisasi maupun teknis penilaian kekayaan negara.


B. ORGANISASI PROFESI PENILAI

Para Penilai di dunia bergabung dalam organisasi profesi Penilai di nasing-masing negara. Mereka juga menjadi anggota asosiasi profesi sesuai dengan wilayah/region masing-masing.

Sejarah Asosiasi Profesi Penilai yang ada di Indonesia :


1976 berdiri API (Asosiasi Penilai Indonesia).
1980 berdiri MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia)
1979 berdiri GAPINDO (Gabungan Profesi Penilai Indonesia) menjadi GAPPI 1980.
2010 berdiri APPP (Asosiasi Profesi Penilai Pemerintah)


Bambang Budianto penilaian appraisal value

Kamis, 08 September 2011

Teori Penilaian Usaha 1 (penilaian saham)

2.1.1 Teori penilaian usaha
(Pratt dkk, 2000: 42) berpendapat bahwa variabel-variabel mendasar yang mempengaruhi nilai secara finansial dari kepemilikan pada suatu bisnis/perusahaan berasal dari beberapa sumber berikut.1. Dividends, distribusi cash flow dari operasional atau dari investasi.2. Likuidasi (hypothetication of assets).3. Menjual kepemilikan (sale of the interest).Penilaian usaha menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2002:191) adalah suatu proses untuk memperkirakan nilai suatu perusahaan baik yang bersifat going concern (berjalan atau beroperasi) maupun yang tidak, termasuk berbagai kepentingan dan kepemilikan (business ownership interest), serta transaksi dan kegiatan yang memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Penilaian bisnis atau usaha menurut Ruky (1999:22) adalah kegiatan untuk memperkirakan nilai korporat (business) yang bermuara pada penilaian kepentingan, penyertaan atau kepemilikan (business ownership interest) atas suatu perusahaan. Dalam bahasa umum yang dimaksud dengan business ownership interest adalah ekuitas atau saham. Pengertian lain tentang penilaian usaha adalah nilai suatu kepentingan atau business interest tergantung kepada suatu estimasi manfaat yang akan datang dan tingkat pengembalian yang dipersyaratkan yang mana manfaat yang akan datang itu didiskontokan kembali sesuai dengan tingkat diskonto pada tanggal penilaian. Oleh karena itu pendekatan yang benar adalah memproyeksikan beberapa kategori manfaat yang akan datang dari suatu kepemilikan (biasanya beberapa ukuran mengenai pendapatan ekonomis yang digunakan seperti arus kas, laba atau deviden) dan kemudian mengestimasi nilai sekarang dari manfaat itu dengan mendiskontokannya berdasarkan nilai waktu dari uang (discount rate yang telah mempertimbangkan unsur inflasi (Prawoto 2004:57).Dari beberapa definisi dan pendapat tersebut di atas dapat diambil pengertian yang sama bahwa, penilaian usaha atau penilaian bisnis merupakan penilaian atas suatu kepentingan pada suatu usaha yang besarnya tergantung kepada manfaat yang diperoleh di masa yang akan datang. Ruang lingkup penilaian usaha itu sendiri menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) (2002:191) mencakup penilaian atas perusahaan (badan usaha/korporat), penilaian penyertaan modal dalam perusahaan (berupa ekuitas/saham), penilaian aktiva tak berwujud, penilaian atas transaksi material dan penilaian kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa tertentu (economic damage). Ruky (1999:89) menyebutkan kegiatan penilaian yang terkait dengan penilaian bisnis adalah intangible property appraisal di mana yang objek yang dinilai adalah intangible property seperti hak paten, goodwill, formula resep atau merk dagang. Dalam perkembangan yang terjadi dalam kegiatan pengambilalihan dan pelepasan perusahaan, informasi yang dibutuhkan adalah nilai dari perusahaan (business entity) atau saham (kepemilikan, business ownesrship interest) perusahaan tersebut bukan aktiva tidak berwujud, sehingga dengan demikian kegiatan penilaian usaha adalah menilai saham atau ekuitas baik sebagian saham (partial interest) maupun seluruh saham.

2.1.2 Pengertian nilai pasar wajar
Menurut SPI (2002:195) nilai pasar wajar (fair market value) adalah perkiraan jumlah uang tunai atau yang bersifat ekuivalen yang dapat diperoleh dari suatu transaksi jual beli perusahaan atau saham atau kepentingan dalam perusahaan antara yang berminat membeli (willing buyer) dengan yang berminat menjual (willing seller) yang keduanya memiliki kapasitas untuk melakukan suatu transaksi, bertindak tanpa ada keterpaksaan dan masing-masing memiliki fakta dan informasi yang relevan (SPI nomor 12.3.1.37.1).Ruky (2003:1) berpendapat bahwa dalam penilaian usaha (perusahaan/ ekuitas, aktiva tak berwujud dan transaksi/tindakan korporasi), dikenal 3 konsep nilai antara lain, nilai pasar wajar (fair market value), nilai investasi dan nilai wajar, yang penggunaannya berbeda tergantung kepada tujuan dan jenis transaksi yang dilakukan. Definisi nilai yang akan dicari, harus dirumuskan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum melakukan penilaian. Ketentuan tersebut bersifat wajib (mandatory), karena aplikasi dari metoda penilaian yang dipilih, akan dipengaruhi oleh jenis nilai yang akan dicari dan ditetapkan dalam penilaian. JC Bonbright, seorang pakar penilaian di Amerika Serikat menyatakan bahwa adalah sulit secara intelektual membahas metoda penilaian tanpa mengacu kepada definisi nilai yang akan dicari. Proses penilaian yang mengabaikan standar tersebut, akan dapat menghasilkan indikasi nilai yang tidak jelas dan tidak objektif, karena setiap definisi nilai dalam aplikasinya memiliki syarat-syarat tertentu. Di Amerika Serikat, bahkan nilai pasar wajar sebagaimana diatur dalam Revenue Ruling 59-60 telah ditetapkan sebagai suatu legal standard untuk banyak transaksi, dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk penentuannya.Berbeda dengan nilai investasi yang berlaku untuk strategi investor tertentu dan nilai wajar yang diaplikasikan untuk kasus-kasus adanya sekelompok pemegang saham (dissenting shareholders) yang tidak setuju terhadap suatu transaksi korporasi, nilai pasar wajar digunakan untuk kepentingan transaksi jual-beli atau pengalihan business interest secara umum dan perpajakan (Ruky 2003:1)Definisi operasional tentang nilai pasar wajar yang telah diakui dan digunakan secara umum, mengacu kepada definisi yang dirumuskan oleh IRS (Internal Revenue Services): the price at which the property (and or business interest) would change hands between a willing buyer and a willing seller when the former is not under compulsion to buy and the latter is not under compulsion to sell, both parties having reasonable knowledge of the relevant facts. Beberapa Keputusan Pengadilan di AS menambah definisi tersebut dengan: the hypothetical buyer and seller are assumed to be able, as well as willing, to trade and to be well informed about the business interest and the market for such business interest (lihat Ruky: 2003 Nilai Pasar Wajar (fair market value) dan implikasinya dalam penilaian usaha.

2.1.3 Pengertian kekayaan negara
Pengelolaan kekayaan negara di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Adapun tujuan utama dari pengelolaan kekayaan negara adalah membantu organisasi pemerintah agar dapat memenuhi tujuannya dalam menyediakan jasa/pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien.Departemen Keuangan pada strategy map tentang kekayaan negara berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 464/KMK.01/2005 tanggal 29 September 2005 menyatakan tujuan strategis adalah mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional kepastian hukum, transparan, efisien, akuntabilitas publik dan terdapat kepastian nilai. Dalam kerangka strategy map itu pegelolaan kekayaan negara juga termasuk melakukan analisis kebutuhan (needs analysis), Penilaian Ekonomis (Economic Appraisal), Perencanaan (Planning), Penganggaran (Budgeting), Penentuan Harga (Pricing), Pengadaan dan Penghapusan (Acquisition and Disposal), Pencatatan, Penilaian, Pelaporan (Recording, Valuation, and Reporting) dan Manajemen dalam Penggunaan (Management in Use).

Dengan demikian untuk dapat melakukan pengelolaan kekayaan negara yang baik diperlukan adanya nilai kekayaan negara yang dapat diakses masyarakat sehingga menjadi data base nilai untuk berbagai kegunaan (value data base for multi puposes) sebagaimana gambar 2.1.

Gambar 2.1 Value Data Base for Multi Purposes

Sumber: Hadiyanto, nilai kekayaan negara sebagai single value for multi purposes disampaikan pada Seminar Nasional Penilaian, 9 Juni 2007.

Membicarakan kekayaan negara adalah membahas tentang pengertian aset. Pengertian aset secara umum menurut Siregar (2004:178) adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Aset dalam pengertian hukum adalah benda yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Barang dimaksud yang meliputi benda tidak bergerak seperti tanah dan atau bangunan sedangkan benda bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud yang tercakup dalam aktiva/ kekayaan atau harta dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi atau individu perorangan.Aset negara adalah kekayaan negara yang terdiri dari barang bergerak dan tidak bergerak yang dimiliki, dikuasai oleh instansi pemerintah, yang sebagian atau seluruhnya dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta perolehan lainnya yang sah. Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 memberi pengertian kekayaan negara adalah sangat luas yang meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara, sebagaimana pada Pasal 2 undang-undang tersebut meliputi:a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;c. Penerimaan Negara;d. Pengeluaran Negara;e. Penerimaan Daerah;f. Pengeluaran Daerah;g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.Ditinjau dari aspek keuangan negara tersebut, kekayaan negara menurut Nasution (2007:1) dalam pandangan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dapat dibuat garis besar bahwa, kekayaan negara yang dipisahkan ke dalam perusahaan (persero) adalah termasuk sebagai kekayaan negara. Pandangan undang-undang tersebut telah membuat posisi hukum perusahaan (Persero) tersebut telah jadi berdimensi publik, yang sekaligus harus diatur oleh hukum publik dan kepemilikannya juga mengakibatkan menjadi kepemilikan publik (domain public). Pada ketentuan tersebut sebagaimana Pasal 2 huruf g dinyatakan bahwa “Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, diharapkan manajemen kekayaan negara akan semakin baik karena memiliki landasan hukum yang kuat.Sebagai upaya empowering profesional management dibidang pengelolaan kekayaan negara pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Departemen Keuangan, bertugas sebagai state assets manager menyelenggarakan fungsi diantaranya:a. perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara termasuk pelaksanaan tugas Panitia Urusan Piutang Negara, dan lelang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;b. pelaksanaan inventarisasi dan penilaian kekayaan negara;c. penyusunan laporan, akuntansi, dan pembuatan daftar kekayaan negara;d. pelaksanaan perencanaan, penyajian dan pengembangan sistem informasi kekayaan negara, piutang negara dan lelang.

2.1.4 Kekayaan negara dari penyertaan modal pemerintah
Penilaian kekayaan negara dari penyertaan modal pemerintah Sampai dengan bulan Desember 2007 masih berupa program kerja yang berlanjut pada tahun 2008. Program kerja tersebut yaitu:1. Bidang Kekayaan Negara Dipisahkan (aset fisik).a. Menyusun Standard Operating Prosedure (SOP) dan koordinasi Menteri Keuangan dengan Menteri Negara BUMN dalam rangka Penyertaan Modal Pemerintah dan Privatisasi;b. SOP Inventarisasi penyertaan modal pemerintah;c. Modul dan SOP penilaian dan Evaluasi Kinerja BUMN;d. Melanjutkan program privatisasi tahun 2007 yang belum selesai;e. Monitoring penggunaan dana penyertaan modal tahun 2007.2. Bidang Kekayaan Negara tidak dipisahkan (financial asset)a. Melanjutkan inventarisasi dan penilaian dalam rangka penertiban;b. Menyiapkan ketentuan teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.Di Indonesia, kebutuhan akan sistem pengelolaan kekayaan negara dirasakan sangat mendesak, sehubungan dengan belum optimalnya pengelolaan kekayaan negara sebagaimana yang telah diamanatkan oleh paket undang-undang tentang keuangan negara. Misi pengelolaan kekayaan negara adalah keefektifan dalam mengelola, efisien dan optimal dalam pengeluaran, sehingga sangat diperlukan adanya value database for multi purposes untuk penyelenggaraan pemerintah yang akuntabel, transparan dan bertanggung jawab.Di negara lain, di Jepang misalnya inventarisasi dan pengelolaan aset telah dimulai kembali tahun 1948. Dari nilai kekayaan negara tersebut penyertaan modal pemerintah pusat adalah yang terbesar dalam struktur kekayaan negara Jepang. Nilai kekayaan negara (pemerintah pusat) Jepang saat ini secara keseluruhan data per 31 Maret 2007 adalah ¥ 106.756,8 milyar sebagai mana tabel berikut :Tabel 2.1 Penyertaan Modal Pemerintah Dalam Kekayaan Negara di JepangAsset Persentase NilaiPenyertaan Modal Pemerintah 62,6% ¥ 66,7814 triliunTanah 18,1% ¥ 19,3320 triliunPepohonan dan bamboo 6,3% ¥ 6,692 triliunKonstruksi selain gedung 5,7% ¥ 6,1291 triliunBangunan gedung 4,1% ¥ 4.410,8 triliunSumber : National Property Information Office, Financial Bureau, Ministry of Finance, The Japanese National Property System And Curret Conditions, January 2007 (diolah).Sementara ini di Indonesia data tentang nilai penyertaan modal semacam itu belum tersedia, karena belum dilakukan penilaian penyertaan modal Pemerintah.

2.1.5 Penelitian terdahulu
Deloof, dkk (2002) melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk menginvestigasi penilaian yang dilakukan oleh underwriter terhadap 33 perusahaan yang melakukan IPO di pasar modal Belgia dalam kurun waktu tahun 1993 sampai dengan tahun 2000, kemudian membandingkan dengan harga yang ditawarkan dengan harga saham pada 1 bulan pertama setelah didaftarkan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dari beberapa pendekatan atau metode yang digunakan oleh underwriter dalam menilai saham dengan metode discounted cash flow adalah yang paling populer digunakan, sedangkan harga penawaran ditentukan dengan menggunakan discounted dividend model. Metode ini tidak berarti lebih baik atau buruk dibanding dengan metode lain, namun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penilaian yang menggunakan discounted dividend model cenderung menghasilkan nilai yang underestimate, sedangkan yang menggunakan metode discounted cash flow dapat menghasilkan nilai yang tidak bias. Hasil ini mengindikasikan bahwa underwriter cenderung menghasilkan nilai di bawah pada saat IPO karena menggunakan discounted dividend model.Siahaan (2003) melakukan penelitian tentang penilaian saham dengan menggunakan model Gordon. Obyek yang diteliti adalah saham PT. Century Textile Industry Tbk. Adapun data yang digunakan adalah Laporan Keuangan PT. Century Textile Industry Tbk. mulai tahun 1995 sampai dengan tahun 2002. Penelitian tersebut dibuat dengan tujuan untuk menganalisis penggunaan model gordon (Gordon growth methodology), memasyarakatkan konsep/teori yang berkaitan dengan penilaian perusahaan dan sekuritas dan memberi contoh penggunaan teori dalam menganalisis harga wajar saham sesuai dengan persepsi masyarakat serta menganalisis apakah pasar modal sudah efisien atau belum. Hasil dari analisis menyimpulkan bahwa ternyata harga saham yang terjadi di Bursa Efek Jakarta atau harga menurut persepsi masyarakat investor pada saat dianalisis adalah overvalued. Oleh karena itu direkomendasikan agar pemilik saham menjual sahamnya karena pada akhirnya harga saham tersebut akan terkoreksi.Froidevaux (2004) melakukan penelitian yang bertujuan menilai saham biasa/common stocks dengan mengunakan model penilaian discounted cash flow (DCF). Ia membangun sebuah model dan mengestimasi input-input dengan mencoba mereplikasi sedekat mungkin tentang perilaku investor dalam menilai saham pada pasar modal dan secara konsekuen menggunakan metode campuran untuk menentukan pertumbuhan arus kas/cash flow growth, durasi pertumbuhan/the growth duration dan discount rate. Kesimpulan penelitian tersebut adalah bahwa discounted cash flow valuation model dapat mengidentifikasi dan mengekploitasi systematic mispricing pada stock market.Hakiman (2005) melakukan penelitian terhadap metode penentuan harga penawaran perdana kepada publik/Initial Public overing (IPO) atas perusahaan di Bursa Efek Jakarta yang melakukan IPO. Data yang digunakan adalah 147 emiten yang melakukan IPO sejak tahun 1996 sampai dengan Juni 2004. Penelitian ini mengaplikasikan model Real Option berdasarkan persamaan Black & Scholes sekaligus menggunakan model implied volatility untuk menghitung harga volatilitas saham. Hasil dari penelitian ini adalah, bahwa dengan penggunaan model real option penyimpangan harga yang dibuat oleh model real option terhadap harga aktual lebih kecil dibandingkan dengan penyimpangan harga model tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa model real option lebih akurat daripada model tradisional. Penelitian ini juga membangun model persamaan untuk memprediksi arah saham IPO, apakah akan overvalue atau undervalue harga saham tersebut setelah IPO. Model prediksi menggunakan persamaan logistik dengan variabel bebasnya sama dengan variabel option dari Black & Scholes.Dalam artikelnya Torrez (2006) mendiskusikan tentang cara dan metodologi penilaian korporat (corporate valuation) dengan discounted cash flow models, the Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Models (APM), Tobin’s q, sales accelerator dan cash flow models of investment, dan economic base performance measures termasuk sewa ekonomis dan excess Market Value. Metode-metode tersebut terlihat inovatif guna mendeteksi perubahan pada posisi keuangan perusahaan. Demikian pula halnya pengalaman-pengalaman manajer keuangan menjadi hal yang esensial bagi perusahaan dalam mengahadapi persaingan. Meskipun populer dan banyak digunakan ia mengemukakan bahwa teori tersebut masih mungkin berkembang. Pengukuran berbasis performa terlihat begitu atraktif dan cerdas karena ia menggunakan teori Microeconomic and Corporate Finance untuk menjelaskan penilaian.Tauriesanto (2007) melakukan penelitian guna menentukan saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk apakah undervalued atau overvalued sehubungan dengan rencana divestasi saham Bank BNI pada tahun 2007 oleh pemerintah guna mengatasi defisit APBN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data historis laporan keuangan Bank BNI mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa harga saham BNI saat itu yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia apabila dibandingkan dengan estimasi nilai intrinsiknya mengalami undervalued. Hasil estimasi nilai intrinsik dengan menggunakan metode discounted cash flow dan relative valuation adalah antara Rp3.139,4 sampai dengan Rp3.441.Penelitian-penelitian tersebut di atas telah memaparkan penilaian dengan analisis fundamental yaitu analisis berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai, faktor-faktor itu antara lain finansial, ekonomi, politik, lingkungan, dan lain-lain yang semuanya akan mempengaruhi harga di masa mendatang.

Penelitian-penelitian di atas mengulas dengan metode yang digunakan untuk menilai saham, bermacam-macam metode dapat digunakan, namun demikian model yang sering digunakan dan sudah terbukti dapat mengestimasi nilai pasar wajar saham adalah discounted cash flow (dcf) (Tauriesanto :2007). Pada penelitian kali ini juga menggunakan dua pendekatan yang sama yaitu pendekatan pendapatan dengan menggunakan metode discounted cash flow, relative valuation ditambah dengan Gordon dividend growth model. Hal berbeda yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah penggunaan metode pertumbuhan dividen model Gordon. Nilai pasar wajar saham yang ditentukan dalam masing-masing metode dan pendekatan akan digabungkan dengan pendekatan yang lain yaitu pendekatan data pasar dan pendapatan . Nilai yang dihasilkan dari peelitian sebagai nilai pasar wajar saham akan dijadikan sebagai masukan bagi data base nilai kekayaan negara untuk berbagai pemanfaatan oleh pemerintah maupun masyarakat.

http://nofians.wordpress.com/2009/09/17/teori-penilaian-usaha-1-penilaian-saham/

Bambang Budianto penilaian appraisal valuer