Google
 

Minggu, 03 April 2011

Pengelolaan Bank Tanah Belum Optimal

TEMPO Interaktif, Jakarta -
MINGGU, 27 MARET 2011 | 18:32 WIB

Pemerintah daerah belum optimal dalam pengelolaan bank tanah atau land banking. Bahkan banyak lahan yang justru dibiarkan dan tak dimanfaatkan. Penelantaran tanah sering kali terjadi akibat kurangnya tenaga profesional yang bisa mendata pengelolaan bank tanah.

Data bank tanah yang tak diawasi bakal menimbulkan sengketa atau berpindah tangan ke pihak ketiga. "Ini terkait profesional sumber daya. Data bank tanah di daerah juga tak diawasi dengan baik," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda kepada Tempo di Jakarta, Ahad (27/3).

Ali meminta Kementerian Perumahan Rakyat tak hanya sebagai stimulus dan pendorong pengelolaan bank tanah oleh pemerintah daerah, tapi juga dapat pula menjadi eksekutor serta perencana strategis. Pengadaan tanah perlu bagi pembangunan perumahan yang menjadi program pemerintah.

"Wewenang otonomi daerah yang terlalu kuat dapat menyebabkan kegagalan penyediaan hunian bagi rakyat. Perlu sosialisasi dan koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat," ujar Ali.

Land banking pada dasarnya merupakan proses pembelian tanah dan properti dengan harga sekarang kemudian menyimpan dan dikembangkan untuk keperluan tertentu sehingga mempunyai nilai tambah. Di beberapa negara, bank tanah digunakan sebagai alat pelaksanaan rencana pembangunan kota.

Wakil Ketua Komisi Perumahan dan Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat Muhidin Said mengatakan bank tanah sulit dilakukan karena tak ada dasar hukum yang kuat mengenai tanah. "Idealnya memang bagus ada bank tanah. Tapi cita-cita itu terlalu jauh dan realisasinya sulit," katanya.

Dewan tengah menyusun Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Beleid tersebut terus tersendat akibat banyaknya resistensi berbagai pihak. Muhidin pesimistis program 100 ribu rumah murah bisa terwujud tahun ini. Sebab, beleid pengadaan tanah belum rampung.

"Saya rasa RUU itu baru selesai akhir tahun ini. Jadi lebih baik pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat supaya mereka memahami alasan perlunya pembebasan lahan," kata Muhidin.

Sebelumnya, Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa meminta pemerintah daerah menyisihkan anggaran untuk mendanai bank tanah. Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah daerah menyediakan tanah untuk pembangunan rumah murah seharga Rp 20-25 juta per unit bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Rumah murah ini akan dicicil Rp 200 ribu per bulan selama 15 tahun. Tapi, persyaratan utama sebelum proyek itu terwujud tahun ini, pemda harus lebih dulu menyediakan lahan. “Ke depan, saya meminta pemda yang memiliki lahan luas untuk membeli tanah di daerahnya,” ujar Suharso.

Pembangunan rumah murah dicanangkan pemerintah untuk mengatasi kekurangan kebutuhan (backlog) rumah sebesar 8,2 juta unit pada 2010. Tiap tahun, permintaan kebutuhan rumah mencapai 700 ribu unit, yang bisa dipenuhi hanya 200 ribu unit per tahun.

Bambang Budianto appraisal penilaian valuer